13 Contoh Puisi Satire Singkat Berbagai Tema, Penuh Sindiran Tajam!
Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan puisi satire? Pelajari pengertian dan simak contoh puisi satire karya penyair terkenal melalui artikel ini, yuk!
Dalam karya sastra Indonesia, puisi ada banyak macam jenisnya, mulai dari puisi ode, balada, romansa, hingga satire.
Dari jenis-jenis puisi yang ada, puisi satire jadi salah satu jenis yang menarik untuk dipelajari.
Dalam buku Seni Mengenal Puisi oleh Agnes Pitaloka dan Amelia Sundari, puisi satire adalah puisi yang menggunakan gaya bahasa berisi sindiran.
Selain itu, berupa kritik yang disampaikan dalam bentuk ironi, sarkasme, atau parodi.
Menurut buku Mengupas Puisi oleh Putu Sudarma, puisi tersebut dapat ditulis untuk menyampaikan kritik terhadap pejabat, tokoh politik, pemimpin pemerintahan, dan lain sebagainya.
Jadi, puisi satire adalah salah satu jenis puisi baru yang memuat sindiran atau kritikan terhadap situasi atau seseorang.
Agar lebih mudah dipahami, berikut ini kumpulan contoh puisi satire!
Contoh Puisi Satire
1. Puisi Satire Politik
Di istana berdiri pemimpin “kanan”,
Dengan pidato manis dan wajah berseri.
Namun belakang layar, rakyat tertawa,
Karena tindakan mereka hanya rekayasa.
Mereka berjanji pembaharuan besar,
Tapi yang terjadi hanya korupsi lebih.
Kantong mereka kian penuh dengan uang,
Sementara rakyat hidup dalam kekurangan.
Mereka berdebat di parlemen besar,
Tapi hukum hanya untuk rakyat kecil.
Pajak kami naik, sementara mereka berfoya-foya,
Mereka tak peduli dengan rakyat kecil.
Mereka berpesta pora di istana mewah,
Sementara rakyat bekerja keras sepanjang hari.
Mereka tak tahu apa itu kepedulian,
Hanya kekuasaan dan uang yang mereka cari.
Jadi mari kita tertawa pada politikus palsu,
Yang janji-janjinya hanya omong kosong.
Mereka tak peduli pada rakyat biasa,
Hanya pada kekuasaan dan harta yang mereka cengkam.
Politikus, oh politikus, kami tertawa padamu,
Kami tahu siapa kalian sebenarnya.
Kalian bukan pelayan rakyat, tapi pembohong,
Kami berharap kalian segera pergi dan lenyap dari sini.
2. Puisi Satire Cinta
Cinta, kau seperti dongeng indah,
Tapi seringkali hanya kepalsuan yang menjelma.
Kau menyulut api dalam hati kita,
Namun juga sering kali hanya permainan busuk.
Kau berbicara tentang cinta sejati,
Tapi seringkali hanya nafsu yang menggoda.
Kau janjikan kebahagiaan abadi,
Namun hanya meninggalkan hati kita hancur.
Cinta, kau seperti pemain sandiwara,
Berubah-ubah seperti musim di pagi dan malam.
Kau menggoda kita dengan kata-kata manis,
Namun sebentar lagi, kau sudah pergi.
Kau membuat orang terbuai,
Tapi juga membuat hati terluka.
Kau tak kenal kasihan,
Seakan hanya mengejar sensasi.
Cinta, kau adalah ironi kehidupan,
Kadang manis, kadang pahit, tak terduga.
Kita terus mencarimu, meski kau sulit dimengerti,
Cinta, kau adalah misteri yang tak terpecahkan.
3. Puisi Satire Kemerdekaan
Kemerdekaan, suara yang bergema,
Tapi seringkali hanya sebatas retorika semata.
Kita berjuang untuk hak kita yang adil,
Namun apakah itu benar-benar terwujud?
Lambang kemerdekaan berkibar tinggi,
Tapi kebebasan seringkali terasa hampa.
Hukum dan aturan mengikat kita semua,
Kita hanya bebas dalam buku-buku hukum.
Kita merayakan tanggal kemerdekaan,
Tapi seringkali itu hanya seremoni kosong.
Hak asasi manusia sering terinjak-injak,
Dan rakyat kecil tak pernah mendapat panggung.
Para pemimpin berbicara tentang kemerdekaan,
Tapi seringkali mereka hanya mengejar kekuasaan.
Korupsi dan ketidakadilan merajalela,
Rakyat hanya alat untuk memenuhi tujuan.
Kemerdekaan, seharusnya sebuah mimpi indah,
Namun seringkali hanya ilusi semu.
Kita perlu meraihnya dengan tekad dan usaha,
Agar benar-benar merdeka, bukan hanya wacana.
4. Puisi Satire Kehidupan
Kehidupan ini adalah sandiwara besar,
Di atas panggung dunia, kita semua berakting.
Tawa palsu dan senyuman dipaksakan,
Di balik layar, kita sebenarnya lelah dan bingung.
Kita mengejar materi dan harta berkilau,
Seakan kebahagiaan bisa dibeli dengan uang.
Tapi di tengah kemewahan dan kemewahan,
Hatiku merasa semakin kosong dan gundah.
Media sosial adalah pertunjukan besar,
Kita berlomba-lomba untuk tampil sempurna.
Namun di dunia maya, kita hanya berakting,
Kehidupan nyata seringkali hancur dan kacau.
Politikus berjanji-janji dan berbicara besar,
Tapi tindakan mereka seringkali bertentangan.
Mereka hanya peduli pada kekuasaan dan keuntungan,
Rakyat hanya boneka dalam sandiwara politik.
Kehidupan ini memang lucu dan aneh,
Kita semua aktor dalam drama ini.
Tapi kadang-kadang, kita perlu berhenti dan merenung,
Apakah kita benar-benar hidup, atau hanya berpura-pura saja?
Puisi Satire Pendidikan
Dikutip dari buku kumpulan puisi satire pendidikan bertajuk Aku Ingin Digugu dan Ditiru karya Samsul Hadi, berikut ini beberapa contoh puisi satire pendidikan.
1. “Aku Ingin Apa, Orang Tua Maunya Bagaimana”
Aku ingin pintar, orang tua banyak komentar
Anaknya bodoh, kau bilang coba kalau dulu sekolah
Anak berangkat mengaji, orang tua menonton TV
Tak pandai mengaji, kau bilang mestinya aku mengawasi
Anak rajin salat, orang tua selalu telat
Anak menjadi munkarat, kau bilang mending kau sekarat
Anak semangat berkarya, orang tua berskikap biasa saja
Sudah tunakarya, kau bilang dasar anak maunya dimanja
Anak tekun belajar, orang tua menganggap tak wajar
Ketika malas belajar, kau bilang dasar anak culas
Anak pintar, orang tua malas berkomentar
Diminta berkomentar, kau bilang biasa itu hal wajar
Anak berprestasi, orang tua tak mengapresiasi
Dituntut engerti, kau bilang itu bukan jasamu sendiri
Anak multitalenta, orang tua seakan tutup mata
Ketika tunakarya, kau bakal susah dapat kerja
Mulai sekarang …
Jadilah orang tua perhatian agar anaknya berkepribadian
Sukses itu pentin… bukan yang penting sukses
Perjuangan itu penting… bukan yang penting perjuangan
2. “Terkenang Sosok Bijaksana”
Kusibak mendung tebal di awan
Biarkan sinarnya masuk terangi ruangan
Mengikuti angan lepas bebas menuju masa silam
Bias cakrawala tertuju wajah berhias indah mutiara
Dengan lentera gali mutiara
Butir bening air mata tanda rasa cinta
Tubuh terkulai tak tegakkan kepala
Ribuan pinta terlepas jauh ke angkasa raya
Terkenang sosok bijaksana tanpa tanda jasa
Terkesan di pelupuk mata
Terbayang pahlawan ikhlas semata
Terkesan dalam jiwa raga
Menyibak lagi jauh lebih
Mau menerawang ketinggian awan
Pikirkan mengingat butir demi butir mutiara terpendam
Gali hikmah di balik suratan terkubuhr dan tertanam
Lentera di tangan, jelas nian bukti berkenyataan
Kau ajari keteguhan bak baja tahan hempasan
Kau ajari arti kehidupan melalui pendidikan
Kau ajari kesabaran meski duri menghujam
Kau ajari cara tak mati agar berjaya
Kau ancam, hukum kami, kini jadi berarti
Kau bentuk pribadi meski maki silih berganti
Kau tanamkan asa, agar jiwa tak kian putus asa
Kau wariskan pelita terangi jiwa di kegelapan gulita
Tutur selembut sutra, kutiru pembentuk jiwa perangai mulia
Sejuta cara dan gaya kutiru sama bermain sandiwara jasa di zaman berbeda
Kesabaran hadapi masalah, kutiru ajarkan kemenangan hidup kini kelak di sana
Sejuta hikmah kujadikan lentera dalam menggali mutiara
Sejuta hikmah kujadikan lentera dalam menggali mutiara samudera berhiaskan cinta
3. “Orang Tua Ingin Apa, Anak Maunya Bagaimana”
Karya: Samsul Hadi
Orang tua menyuruh mengaji, anak mendadak pergi
Disuruh pergi, kau bilang mau mengaji
Orang tua menyuruh salat, anak mendadak pergi minggat
Disuruh minggat, kau bilang dasar orang tua bejat
Orang tua rajin bekerja, anak berkesempatan manja
Diminta bermanja, kau bilang orang tuaku mulai gila
Orang tua rajin ibadah, anak tak mau mencontoh
Diminta mencontoh, kau bilang masa bodoh
Orang tua sakit, anak tak bergeming dan bangkit
Diminta bangkit, kau bilang nanti ketularan sakit
Orang tua berprestasi, anak tak mengapresiasi
Diminta apresiasi, kau bilang ah… basi
Orang tua butuh bantuan, anak mendadak pergi ke rumah teman
Disuruh bergaul dengan teman, kau bilang mereka tak sepadan
Mulai sekarang …
Jadilah anak yang taat agar orang tua bahagia
Bahagia itu penting… bukan yang penting bahagia
Berusaha itu penting… bukan yang penting berusaha
4. “Wahai Guru, Kau ini Bagaimana”
Karya: Samsul Hadi
Murid masuk pagi, guru baru pergi mandi
Ditegur jangan terulangi, kau bilang hanya sekali ini
Murid datang lebih cepat, guru selalu telat
Ditegur jangan telat, kau bilang siap merubah tabiat
Murid disuru ngapalin, guru bermain online
Dinasihatin, kau bilang ikutan guru yang lain
Murid meminta perbaikan, guru suka menunda pelaksanaan
Ditanya kapan,kau bilang banyak urusan
Murid bergegas jamaah salat, guru pergi untuk istirahat
Ditanya mengapa minggat, kau bilang capek kerana jam padat
Murid pulang tepat waktu, guru pulang lebih dahulu
Ditanya mengapa begitu, kau berlasan ada perlu ini itu
Murid berpakaian rapi, guru semaunya sendiri
Disindir tak rapi, kau bilang kami dulu seperti kamu
Murid kau tugasi, guru enggan mengawasi
Ditanya kok begini, kau bilang perut perlu diisi
Murid salat duha, guru leha-leha
Diminta ikut duha, kau bilang sudah ada petugasnya
Murid mengaji jam pagi, guru masih asyik ngopo
Ditegur agar murid diteman, kau jawab sebentar lagi
Murid rajin ekskul, guru terlambat muncul
Ditegur jangan kedul, kau bilang ada pelatih ekskul
Murid rajin belajar mandiri, guru tak mengapresiasi
Diminta mengapresiasi, kau bilang itu urusannya pribadi
Murid membaca doa, guru sibuk bermain WA
Ditanya mengapa, kau jawab guru punya kuasa
Murid ditunjuk petugas upacara, guru tak mencontoh cara
Ditunjuk sebagai pembina, kau bilang diganti guru lain saja
Murid disuruh nabung, guru gak siap nampung
Dipercaya nampung, kau pakai hutang nanggung
Bell sudah berbunyi, guru datang sembunyi-sembunyi
Ditegur jangan ulangi, nyatanya berkali-kali
Murid dihukum telat, guru merasa aman dari jerat
Ditanya mengapa telat, kau bilang jalanan padat
Murid tertib aturan, guru sukanya urakan
Diminta harus taat aturan, peraturan berlaku buat kalian
Murid butuh nasihat, guru tidak merspon cepat
Ditanya mengapa terlambat, kau bilang cari waktu tepat
Murid disuruh mencatat, kesempatan guru untuk minggat
Yang tak mencatat, kau bilang akan dihukum berat
Murid belajar daring, gugur menyuruh datang luring
Ditegur dilarang luring, kau bilang urgen penting
Murid bertanya, guru menyuruh jangan banyak tanya
Murid memaksa, kau bilang baca saja bukunya
Murid berprestasi, guru tak mengapresiasi
Ditanya mengapa, kau bilang memang aku dapat apa
Murid butuh contoh teladan, guru kebingungan heran
Mengapa demikian, kau bilang, aku tak pantas jadi panutan
Mulai sekaran….
Jadilah guru yang benar agar muridnya pintar
Pintar itu penting, bukan yang penting pintar
Semangat itu penting, bukan yang penting semangat
Puisi Satire Singkat Karya Penyair Terkenal
1. “Aku Bertanya”
Karya: W. S. Rendra
Aku bertanya…
tetapi pertanyaan-pertanyaanku membentur
jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di
sampingnya, dan delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan, termangu-mangu dalam
kaki dewi kesenian.
2. “Negeriku”
Karya: Gus Mus
Mana ada negeri sesubur negeriku
Sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu dan jagung tapi juga pabrik, tempat rekreasi dan gedung
Prabot-prabot orang kaya di dunia dan burung-burung indah piaraan mereka berasal dari hutanku
Ikan-ikan pilihan yang mereka santap bermula dari lautku
Emas dan perak, perhiasan mereka digali dari tambangku
Air bersih yang mereka minum bersumber dari keringatku
Mana ada negeri sekaya negeriku
Majikan-majikan bangsaku memiliki buruh-buruh mancanegara
Brangkas-brangkas bank ternama dimana-mana menyimpan harta-hartaku
Negeriku menumbuhkan konglomerat dan mengikis habis kaum melarat
Rata-rata pemimpin negeriku dan handai tolannya terkaya didunia
Mana ada negeri semakmur negeriku
Penganggur-penganggur diberi perumahan, gaji dan pensiunan setiap bulan
Rakyat-rakyat kecil menyumbang negara tanpa imbalan
Rampok-rampok di beri rekomendasi, dengan kop sakti instansi
Maling-maling di beri konsesi
Tikus dan kucing dengan asyik berkorupsi
3. “Di Negeri Amplop”
Karya: Gus Mus
Aladin menyembunyikan lampu wasiatnya “malu”
Samson tersipu-sipu, rambut keramatnya ditutupi topi “rapi-rapi”
David coverfil dan rudini bersembunyi “rendah diri”
Entah, andai Nabi Musa bersedia datang membawa tongkatnya
Amplop-amplop di negeri amplop mengatur dengan teratur
Hal-hal yang tak teratur menjadi teratur
Hal-hal yang teratur menjadi tak teratur
Memutuskan putusan yang tak putus
Membatalkan putusan yang sudah putus
Amplop-amplop menguasai penguasa
Dan mengendalikan orang-orang biasa
Amplop-amplop membeberkan dan menyembunyikan
Mencairkan dan membekukan
Mengganjal dan melicinkan
Orang bicara bisa bisu
Orang mendengar bisa tuli
Orang alim bisa nafsu
Orang sakti bisa mati
Di negeri amplop,
amplop-amplop mengamplopi apa saja dan siapa saja
11. “Negeri Janji Manis”
Di negeri janji manis, rakyat bersorak sorai,
Saat sang badut bertopeng tampil menari,
Menjanjikan surga dunia, penuh bahagia dan damai,
Meski kenyataan pahit, di balik kata-kata yang berbisik.
Janji-janji berhamburan, bagaikan confetti di udara,
Melekat di telinga rakyat, bagaikan mantra yang memikat,
Tentang pembangunan megah, dan ekonomi yang gemilang,
Meski rakyat kecil terlupa, tertinggal dalam kelam.
Para badut berdasi, beradu akting di panggung sandiwara,
Mempermainkan rakyat dengan janji dan dusta,
Sambil menari di atas penderitaan, dan air mata yang tertumpah,
Membuat rakyat terlena, dalam mimpi indah yang fana.
Rakyat terbelah, terpecah dalam dua kubu,
Membela badut pujaannya, dengan penuh semangat membara,
Tak sadar mereka diperalat, dalam permainan politik kotor,
Yang hanya menguntungkan segelintir orang yang berkuasa.
Kapan rakyat akan sadar, dari mimpi yang membutakan mata?
Kapan mereka akan bangkit, dan melawan penindasan yang nyata?
Saatnya rakyat bersatu, dan membuka tabir kebohongan,
Menuntut keadilan dan kesejahteraan, untuk negeri yang tercinta.
12. “Merdeka?”
Bendera berkibar di angkasa biru,
Merah putih lambang semangat juang.
Namun di bawahnya, cerita pilu,
Kemerdekaan, masihkah bermakna?
Rakyat bersorak, merdeka! merdeka!
Tapi di kantong, hanya recehan tersisa.
Janji-janji manis, bagai asap di udara,
Hilang ditelan angin, tak terjamah nyata.
Korupsi merajalela, bagaikan benalu,
Menggerogoti negeri, sampai ke tulang.
Rakyat kecil menjerit, tak berdaya,
Terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang kelam.
Pemimpin berlagak pahlawan,
Berpidato lantang, penuh kepura-puraan.
Di balik layar, mereka berfoya-foya,
Menikmati hasil keringat rakyat yang terluka.
Kemerdekaan, di mana kau berada?
Ataukah kau hanya ilusi semata?
Bagi rakyat yang tertindas,
Kemerdekaan hanyalah mimpi yang tak tergapai.
Mari bangkit, wahai rakyat tercinta,
Buang rasa takut, lawanlah penindasan.
Bersatulah, demi meraih kemerdekaan yang nyata,
Kemerdekaan yang sejahtera, adil dan merata.
FAQ Puisi Satire
Apa yang dimaksud dengan puisi satire?
Menukil buku Seni Mengenal Puisi oleh Agnes Pitaloka dan Amelia Sundari, puisi satire adalah puisi yang menggunakan gaya bahasa berisi sindiran.
Apakah satire puisi lama?
Puisi satire tidak termasuk dalam puisi lama, melainkan puisi baru karena memiliki bentuk yang lebih bebas dan tidak terikat oleh aturan.
***
Itulah beberapa contoh puisi satire karya penyair terkenal.
Baca artikel menarik lainnya di artikel.rumah123.com.
Ikuti pula Rumah123 di Google News untuk mendapatkan informasi terbaru.
Jika sedang mencari hunian, dapatkan rekomendasinya di Rumah123 karena #SemuaAdaDisini.
Kalau punya pertanyaan soal properti, kunjungi Teras123 untuk ngobrolin properti!
**Referensi:
- Samsul Hadi. (2022). Aku Ingin Digugu dan Ditiru. Lombok Tengah: Penerbit P4I
- Pitaloka, Agnes dan Amelia Sundari. (2020). Seni Mengenal Puisi. Guepedia
- Sudarma, Putu. (2019). Mengupas Puisi. CV Media Educations