OK
Panduan

10 Puisi WS Rendra Paling Populer dan Melegenda. Apa Saja?

03 Nopember 2024 · 8 min read Author: Alya Zulfikar

puisi ws rendra

sumber: miindonews.co.id

W. S. Rendra dikenal sebagai salah satu penyair terkenal Indonesia. Sudahkah kamu tahu apa saja puisi WS Rendra yang ditulis semasa hidupnya?

Indonesia memiliki banyak tokoh pujangga atau penyair terkenal, mulai dari Chairil Anwar, W. S. Rendra, Taufiq Ismail, Mustofa Bisri, hingga Sapardi Djoko Damono.

Di antara penyair-penyair tersebut, W. S. Rendra merupakan salah satu penyair dengan nama besar yang memiliki banyak karya.

Semasa hidupnya, pria bernama asli Willibrordus Surendra Broto menelurkan banyak karya.

Mau tahu apa saja puisi-puisinya?

Simak kumpulan puisi WS Rendra berikut ini, yuk!

Kumpulan Puisi WS Rendra

1. “Permintaan”

puisi ws rendra tentang cinta

Puisi W.S Rendra – “Permintaan”

Wahai, rembulan yang bundar

jenguklah jendela kekasihku!

Ia tidur sendirian,

hanya berteman hati yang rindu.

2. “Telah Satu”

Gelisahmu adalah gelisahku.

Berjalanlah kita bergandengan

dalam hidup yang nyata,

dan kita cintai.

Lama kita saling bertatap mata

dan makin mengerti

tak lagi bisa dipisahkan.

Engkau adalah peniti

yang telah disematkan.

Aku adalah kapal

yang telah berlabuh dan ditambatkan.

Kita berdua adalah lava

yang tak bisa lagi diuraikan.

3. “Optimisme”

puisi karya ws rendra tentang cinta

Puisi karya W.S Rendra – “Optimisme”

Cinta kita berdua

adalah istana dari porselen.

Angin telah membawa kedamaian

membelitkan kita dalam pelukan.

Bumi telah memberi kekuatan,

kerna kita telah melangkah

dengan ketegasan.

4. “Doa Seorang Serdadu Sebelum Perang”

Tuhanku

wajah-Mu membayang di kota terbakar

dan firman-Mu terguris di atas ribuan

kuburan yang dangkal.

 

Anak menangis kehilangan bapa.

Tanah sepi kehilangan lelakinya.

Bukanya benih yang disebar di bumi subur ini

tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia.

 

Apabila malam turun nanti

sempurnalah sudah warna dosa

dan mesiu kembali lagi bicara.

Waktu itu, Tuhanku,

perkenankan aku membunuh

perkenankan aku memasukkan sangkurku.

 

Malam dan wajahku

adalah satu warna.

Dosa dan nafasku

adalah satu udara.

 

Tak ada lagi pikiran

kecuali menyadari

biarpun bersama penyesalan.

 

Apa yang bisa diucapkan

oleh bibirku yang terjajah?

Sementara kulihat kedua tangan-Mu yang capai

mendekap bumi yang mengkhianati-Mu

Tuhanku.

 

Erat-erat kugenggam senapanku.

Perkenankan aku membunuh

Perkenankan aku menusukkan sangkurku.

5. “Lagu Serdadu”

Kami masuk serdadu dan dapat senapan

ibu kami nangis tapi elang toh harus terbang.

Yoho, darah kami campur arak!

Yoho, mimpi kami patung-patung dari perak!

 

Nenek cerita pulau-pulau kita indah sekali.

Wahai, tanah yang baik untuk mati!

Dan kalau kutelentang dengan pelor timah

cukillah ia bagi putraku di rumah.

6. “Gugur”

Ia merangkak

di atas bumi yang dicintainya

Tiada kuasa lagi menegak

Telah ia lepaskan dengan gemilang

pelor terakhir dari bedilnya

Ke dada musuh yang merebut kotanya

 

Ia merangkak

di atas bumi yang dicintainya

Ia sudah tua

luka-luka di badannya

 

Bagai harimau tua

susah payah maut menjeratnya

Matanya bagai saga

menatap musuh pergi dari kotanya

 

Sesudah pertempuran yang gemilang itu

lima pemuda mengangkatnya

di antaranya anaknya

Ia menolak

dan tetap merangkak

menuju kota kesayangannya

 

Ia merangkak

di atas bumi yang dicintainya

Belum Lagi selusin tindak

maut pun menghadangnya.

Ketika anaknya memegang tangannya

ia berkata :

“Yang berasal dari tanah

kembali rebah pada tanah.

Dan aku pun berasal dari tanah

tanah Ambarawa yang kucinta

Kita bukanlah anak jadah

Kerna kita punya bumi kecintaan.

Bumi yang menyusui kita

dengan mata airnya.

Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.

Bumi kita adalah kehormatan.

Bumi kita adalah juwa dari jiwa.

Ia adalah bumi nenek moyang.

Ia adalah bumi waris yang sekarang.

Ia adalah bumi waris yang akan datang.”

Hari pun berangkat malam

Bumi berpeluh dan terbakar

Kerna api menyala di kota Ambarawa

 

Orang tua itu kembali berkata:

“Lihatlah, hari telah fajar!

Wahai bumi yang indah,

kita akan berpelukan buat selama-lamanya!

Nanti sekali waktu

seorang cucuku

akan menancapkan bajak

di bumi tempatku berkubur

kemudian akan ditanamnya benih

dan tumbuh dengan subur

Maka ia pun berkata:

-Alangkah gemburnya tanah di sini!”

Hari pun lengkap malam

ketika menutup matanya

7. “Sajak Pertemuan Mahasiswa”

Matahari terbit pagi ini 

mencium bau kencing orok di kaki langit, 

melihat kali coklat menjalar ke lautan, 

dan mendengar dengung lebah di dalam hutan.

Lalu kini ia dua penggalah tingginya. 

Dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini 

memeriksa keadaan.

Kita bertanya: 

Kenapa maksud baik tidak selalu berguna. 

Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga. 

Orang berkata “Kami ada maksud baik” 

Dan kita bertanya : “Maksud baik untuk siapa?”

Ya! Ada yang jaya, ada yang terhina 

Ada yang bersenjata, ada yang terluka. 

Ada yang duduk, ada yang diduduki. 

Ada yang berlimpah, ada yang terkuras. 

Dan kita di sini bertanya: 

“Maksud baik saudara untuk siapa? 

Saudara berdiri di pihak yang mana?”

Kenapa maksud baik dilakukan 

tetapi makin banyak petani yang kehilangan tanahnya. 

Tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang-orang kota. 

Perkebunan yang luas 

hanya menguntungkan segolongan kecil saja. 

Alat-alat kemajuan yang diimpor 

tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya.

Tentu kita bertanya: 

“Lantas maksud baik saudara untuk siapa?”

Sekarang matahari, semakin tinggi. 

Lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala. 

Dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya: 

Kita ini dididik untuk memihak yang mana? 

Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini 

akan menjadi alat pembebasan, 

ataukah alat penindasan?

Sebentar lagi matahari akan tenggelam. 

Malam akan tiba. 

Cicak-cicak berbunyi di tembok. 

Dan rembulan akan berlayar. 

Tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda. 

Akan hidup di dalam bermimpi. 

Akan tumbuh di kebon belakang.

Dan esok hari 

matahari akan terbit kembali. 

Sementara hari baru menjelma. 

Pertanyaan-pertanyaan kita menjadi hutan. 

Atau masuk ke sungai 

menjadi ombak di samodra.

Di bawah matahari ini kita bertanya: 

Ada yang menangis, ada yang mendera. 

Ada yang habis, ada yang mengikis. 

Dan maksud baik kita 

berdiri di pihak yang mana!

8. “Aku Tulis Pamplet Ini”

Aku tulis pamplet ini

karena lembaga pendapat umum

ditutupi jaring labah-labah

Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,

dan ungkapan diri ditekan

menjadi pengiyaan

 

Apa yang terpegang hari ini

bisa luput besok pagi

Ketidakpastian merajalela.

Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki

menjadi marabahaya

menjadi isi kebon binatang

 

Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,

maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam

Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.

Tidak mengandung perdebatan

Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan

 

Aku tulis pamplet ini

karena pamplet bukan tabu bagi penyair

Aku inginkan merpati pos.

Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku

Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.

 

Aku tidak melihat alasan

kenapa harus diam tertekan dan termangu.

Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.

Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.

 

Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran?

Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.

Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.

 

Matahari menyinari air mata yang berderai menjadi api.

Rembulan memberi mimpi pada dendam.

Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah

yang teronggok bagai sampah

Kegamangan. Kecurigaan.

Ketakutan.

Kelesuan.

Aku tulis pamplet ini

karena kawan dan lawan adalah saudara

Di dalam alam masih ada cahaya.

Matahari yang tenggelam diganti rembulan.

Lalu besok pagi pasti terbit kembali.

Dan di dalam air lumpur kehidupan,

aku melihat bagai terkaca:

ternyata kita, toh, manusia!

9. “Makna Sebuah Titipan”

Seringkali aku berkata,

Ketika semua orang memuji milikku

Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan

Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya

Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya

Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya

Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya

 

Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya:

Mengapa Dia menitipkan padaku?

Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?

Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?

 

Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah

Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka

Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku

 

Aku ingin lebih banyak harta,

ingin lebih banyak mobil,

lebih banyak popularitas, dan

kutolak sakit,

kutolak kemiskinan,

seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku

 

Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:

Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih

Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”,

Dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku

 

Gusti,

Padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah.

“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”

10. “Tuhan, Aku Cinta Pada-Mu”

puisi terakhir ws rendra

Puisi terakhir WS Rendra – “Tuhan, Aku Cinta Pada-Mu”

Aku lemas

Tapi berdaya

Aku tidak sambat rasa sakit

atau gatal

 

Aku pengin makan tajin

Aku tidak pernah sesak nafas

Tapi tubuhku tidak memuaskan

untuk punya posisi yang ideal dan wajar

 

Aku pengin membersihkan tubuhku

dari racun kimiawi

 

Aku ingin kembali pada jalan alam

Aku ingin meningkatkan pengabdian

kepada Allah

 

Tuhan, aku cinta padamu

***

Itulah kumpulan puisi WS Rendra.

Simak artikel menarik lainnya hanya di artikel.rumah123.com.

Ikuti juga Google News Rumah123 agar tidak ketinggalan informasi terbaru.

Jika sedang mencari hunian, cek rekomendasinya di Rumah123.com.

Menemukan hunian idaman kini lebih mudah karena kami #AdaBuatKamu.


Tag: , ,


alya

Content Writer

Berkarier di dunia kepenulisan sejak 2018 sebagai penulis lepas. Kini menjadi penulis di 99 Group dengan fokus seputar gaya hidup, properti, hingga teknologi. Gemar menulis puisi, memanah, dan mendaki gunung.
Selengkapnya

IKLAN

Tutup iklan
×

SCROLL UNTUK TERUS MEMBACA