10 Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono yang Terkenal dan Legendaris. Menyentuh Hati!
Sapardi Djoko Damono dianggap sebagai salah satu maestro Indonesia yang telah menciptakan karya sastra berupa novel dan puisi. Bahkan, oleh sastrawan masa kini, puisi Sapardi Djoko Damono dijadikan sebagai inspirasi karya sastra yang memiliki nilai tinggi.
Bagi masyarakat Indonesia, Sapardi Djoko Damono merupakan sosok yang membanggakan.
Meski karya-karyanya telah terkenal dan begitu fenomenal, sosok penyair Tanah Air ini selalu terlihat bersahaja.
Sapardi lahir di Surakarta, 20 Maret 1940.
Masa mudanya dihabiskan di Surakarta hingga lulus SMA pada tahun 1958. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rajin menulis sejak duduk di bangku sekolah, membuat Sapardi menulis banyak karya puisi yang ia kirimkan ke beberapa majalah.
Adapun karya puisi Sapardi Djoko Damono yang terkenal, antara lain
- Duka-Mu Abadi (1969);
- Mata Pisau (1974);
- Perahu Kertas (1983);
- Sihir Hujan (1984);
- Hujan Bulan Juni (1994);
- Arloji (1998);
- Ayat-ayat Api (2000);
- Mata Jendela (2000); dan masih banyak lagi.
Buat kamu yang penasaran dengan puisi Sapardi Djoko Damono, yuk lihat referensinya pada uraian di bawah ini.
Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono
Puisi Karya Sapardi Djoko Damono
1. Hujan Bulan Juni (1989)
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
2. Aku Ingin (1989)
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
3. Pada Suatu Hari Nanti (1991)
Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau takkan letih-letihnya kucari
4. Yang Fana Adalah Waktu (1978)
Yang fana adalah waktu.
Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
Puisi Sapardi Djoko Damono
5. Duka-Mu Abadi (1969)
Dukamu adalah dukaku.
Air matamu adalah air mataku
Kesedihan abadimu
Membuat bahagiamu sirna
Hingga ke akhir tirai hidupmu
Dukamu tetap abadi.
Bagaimana bisa aku terokai perjalanan hidup ini
Berbekalkan sejuta dukamu
Mengiringi setiap langkahku
Menguji semangat jituku
Karena dukamu adalah dukaku
Abadi dalam duniaku!
Namun dia datang
Meruntuhkan segala penjara rasa
Membebaskan aku dari derita ini
Dukamu menjadi sejarah silam
Dasarnya ‘ku jadikan asas
Membangunkan semangat baru
Biar dukamu itu adalah dukaku
Tidakanku biarkan ia menjadi pemusnahku!
6. Kuhentikan Hujan (1980)
Kuhentikan hujan
Kini matahari merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan
Ada yang berdenyut dalam diriku
Menembus tanah basah
Dendam yang dihamilkan hujan
Dan cahaya matahari
Tak bisa kutolak
Matahari memaksaku menciptakan bunga-bunga
7. Hanya
Hanya suara burung yang kau dengar
dan tak pernah kaulihat burung itu
tapi tahu burung itu ada di sana
Hanya desir angin yang kaurasa
dan tak pernah kaulihat angin itu
tapi percaya angin itu di sekitarmu
Hanya doaku yang bergetar malam ini
dan tak pernah kaulihat siapa aku
tapi yakin aku ada dalam dirimu
8. Menjenguk Wajah di Kolam
Jangan kau ulang lagi
menjenguk
wajah yang merasa
sia-sia, yang putih
yang pasi
itu.
Jangan sekali-
kali membayangkan
Wajahmu sebagai
rembulan.
Ingat,
jangan sekali-
kali. Jangan.
Baik, Tuan.
Sapardi Djoko Damono Puisi
9. Sajak Kecil tentang Cinta
Mencintai angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
Mencintai-Mu harus menjelma aku
10. Sajak Tafsir
Kau bilang aku burung?
Jangan sekali-kali berkhianat
kepada sungai, ladang, dan batu.
Aku selembar daun terakhir
yang mencoba bertahan di ranting
yang membenci angin.
Aku tidak suka membayangkan
keindahan kelebat diriku
yang memimpikan tanah,
tidak mempercayai janji api yang akan menerjemahkanku
ke dalam bahasa abu.
Tolong tafsirkan aku
sebagai daun terakhir
agar suara angin yang meninabobokan
ranting itu padam.
Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat
untuk bisa lebih lama bersamamu.
Tolong ciptakan makna bagiku,
apa saja — aku selembar daun terakhir
yang ingin menyaksikanmu bahagia
ketika sore tiba.
***
Semoga artikel ini bermanfaat untukmu ya, Property People.
Pantau terus artikel menarik lainnya hanya di artikel.rumah123.com
Cek juga Google News Rumah123.com untuk dapatkan informasi terbaru sehari-hari.
Apakah kamu sedang mencari rumah impian?
Lihat pilihan terbaiknya hanya di www.rumah123.com karena kami selalu #AdaBuatKamu.