Kenapa Hunian Berkonsep Co-Living Belum Booming di Indonesia? Yuk, Cari Tahu Alasannya
Hunian berkonsep co-living sudah tumbuh berkembang di luar negeri. Lantas kenapa co-living malah belum booming di Indonesia hingga saat ini?
Konsep kantor co-working space memang sudah berkembang cukup pesat di Indonesia belakangan ini. Sejumlah operator co-working dari luar negeri sudah membuka kantor di Indonesia.
Sementara operator lokal juga tidak mau ketinggalan. Mereka yang memiliki usaha sudah mengetahui kalau co-working space bisa menjadi alternatif untuk ruang kantor dan usaha.
Co-working space menawarkan kantor yang fleksibel, beragam fasilitas termasuk internet, hingga ruang meeting. Belum lagi dengan harga sewa kantor yang kompetitif.
Kalau co-working space sudah dikenal, lain halnya dengan hunian dengan konsep co-living. Hunian dengan konsep ini masih belum booming.
Konsep Co-Living Masih Baru Di Indonesia
Situs properti Rumah123.com sempat bertanya kepada Head of Research and Digital Market JLL Indonesia James Taylor di kantornya di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
“Co-living, kenapa tidak booming. Ini termasuk sangat baru. Saat saya membicarakan mengenai konsep logistik modern pada 2015, lantas saya berbicara mengenai co-living,” ujar Taylor.
“Sejumlah perusahaan besar sudah mengembangkan, begitu juga dengan developer lokal. Saya rasa ini masalah waktu, ini sangat baru,” lanjutnya.
Taylor memaparkan kos-kosan sebebarnya memiliki konsep yang mirip dengan co-living. Para penghuni berbagi ruang publik bersama seperti dapur atau ruang duduk.
Hunian dengan konsep co-living ini bisa diterapkan di kawasan TOD (transit oriented development).
Kalau hunian dengan konsep tersebut memang bisa hadir di luar Jakarta, maka harga sewanya akan lebih murah.
Apalagi jika ada konektivitas transportasi massal seperti LRT (Light Rail Transit/Lintas Rel Terpadu).
Pasokan Hunian Berkonsep Co-Living Belum Tumbuh
Head of Advisory JLL Indonesia Vivin Harsanto menyatakan co-living merupakan salah satu sektor properti yang berkembang di luar negeri. Sementara di Asia Pasifik, co-living menjadi sesuatu yang biasa.
“Di Indonesia sendiri masih prematur,” ujar Vivin. Dia menyatakan mungkin ke depannya, hunian dengan konsep ini akan terus berkembang.
Pasokan hunian berkonsep co-living belum tumbuh. Sementara tingkat permintaannya harus dipertajam lagi.
Dia memaparkan kenapa hunian dengan konsep berbagi fasilitas bersama ini belum banyak, maka hal ini harus dilihat dari sisi investasi.
Saat ini, belum banyak perusahaan pengembang yang membuat co-living. Biasanya, hanya berupa rumah kos yang dikelola operator.
Kalau boleh menyebutkan salah satu, mungkin baru Triniti Land yang membangun hunian dengan konsep co-living di apartemen The Smith.
Sebenarnya, ada banyak tipe co-living mulai dari rumah, low rise apartment, hingga apartemen. Jadi ada beberapa prototipe.
Vivin melanjutkan untuk membuat hunian berkonsep co-living harus ada operator yang mengelola. Selain itu, pengelola harus membidik segmen pasar yang tepat.
“Yang harus disasar adalah generasi milenial. Namun, harus juga di-compare. Ada hunian untuk kelas mahasiswa, first time jobber, hingga young professional,” lanjut Vivin.
Untuk pangsa pasar mahasiswa, sebenarnya ada asrama. Sementara untuk young professional atau first time jobber tentunya berbeda.
Operator tidak bisa mendesain beberapa kamar yang didesain berderet dan kemudian ditambah fasilitas umu. Pengelola harus memberikan fasilitas tambahan.
Situs properti Rumah123.com selalu menghadirkan artikel dan tips menarik mengenai properti, desain, hukum, hingga gaya hidup.
Saatnya kamu memilih dan mencari properti terbaik untuk tempat tinggal atau investasi properti seperti Ciputra Beach Resort.