Begini Nasib Lelaki yang Bertanya kepada Soeharto “Kenapa Presiden Cuma Satu?”. Tidak Melanjutkan Pendidikan karena Miskin!
Seorang anak Sekolah Dasar (SD) bertanya kepada Presiden Republik Indonesia ke-2, Soeharto di acara Hari Anak tahun 1994. Publik pun penasaran, bagaimana nasib lelaki itu sekarang?
Pasalnya tahun demi tahun berlalu, cerita mengenai sosok anak kecil yang bertanya itu pun mulai terlupakan.
Hingga pada Juli 2016, video rekaman acara tersebut mulai tersebar luas di media sosial.
Dalam video tersebut, tampak seorang anak SD yang memperkenalkan diri dan bertanya kepada Presiden Soeharto.
“Nama saya Hamli, dari Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Banggai. Saya mau tanya, mengapa presiden di Indonesia cuma satu padahal Indonesia sangat luas,” tanya Hamli.
Mendengarnya, Soeharto langsung tertawa dan memberi penjelasan panjang lebar.
Nasib Lelaki yang Bertanya kepada Soeharto
Apa Jawaban Soeharto?
Dilansir dari vice.com, kala itu, Soeharto menjawab kalau presiden cukup satu agar negara yang dipimpin berjalan dengan baik.
“Ya, terang itu. Kalau sampai dua-tiga, itu nanti lantas tidak bisa berjalan dengan baik,” jawab Soeharto.
Menurut Soeharto, negara bisa rusak jika memiliki banyak pemimpin.
“Banyak pemimpin, banyak kapten, kemudian lantas ya negara menjadi rusak, gitu. Tapi terang bahwasanya presiden yang satu ini hanya melaksanaken yang jadi diputuskan oleh rakyat, melewati MPR, menentukan Garis Besar Haluan Negara,” paparnya.
Kemudian Soeharto juga balik bertanya kenapa Hamli menanyakan hal tersebut kepadanya.
“Kenapa kamu tanya begitu? Heh? Kenapa? Siapa yang suruh, siapa? Hahahaha. Karena hanya ingin tahu saja? Kalau di rumah kan juga begitu, kan tidak ada bapak dua-tiga, ya tho? Bapak itu hanya satu tho. Ha iya, yang memimpin rumah tangga itu bapakmu, hanya satu juga. Hahaha,” ungkapnya.
Mengenal Sosok Hamli Ndigani
Hamli Ndigani adalah anak bungsu dari empat bersaudara dan langganan juara kelas sejak kelas I.
Saat kelas IV itu, ia menjuarai Cerdas Cermat di tingkat kota.
Di tahun 1994, Hamli adalah siswa kelas IV SD Muhammadiyah Luwuk di ibu kota Banggai, saat itu, usianya masih 10 tahun.
Saat dihubungi tim VICE, Hamli menuturkan kalau pertanyaannya kala itu dipotong. “Pertanyaan saya dipotong,” paparnya.
Saat ditanya mengapa ia bertanya demikian, Hamli mengatakan kalau itulah yang ada di pikirannya saat itu.
“Apa yang ada di pikiran langsung tanya. Enggak ada panitia (yang mengingatkan), ‘jangan tanya begitu, ganti,’” kenangnya.
Saat ditanya apa kesan Hamli mengenai sosok Soeharto, ia mengatakan kalau sang presiden adalah sosok yang asyik.
“Buat saya pribadi, orang asyik. Kalau saya, presiden yang melekat di diri saya, yang bagus waktu itu, ya cuma itu, Pak Harto. Karena saya lihat dia orang berwibawa, tegas orangnya, karena waktu itu belum ada (kesadaran soal pelanggaran) HAM,” jawabnya.
Bagaimana Nasib Lelaki Itu Sekarang?
Hamli Ndigani sekarang adalah seorang bapak tiga anak, usianya sudah 37. Tahun ini anak pertamanya akan masuk SMA.
Sehari-hari, Hamli bekerja sebagai juru servis elektronik bermodal keberanian autodidak.
Ia membuka kios di Salakan, ibu kota Banggai Kepulauan yang berjarak 150-an km dari rumahnya di Desa Tataba, Banggai Kepulauan.
Hamli lebih sering tinggal di kios dan baru pulang tiap beberapa hari sekali.
Ia sempat sekolah sampai SMA, tapi tak lanjut kuliah karena kemiskinan keluarga. Pasalnya, ayah Hamli adalah seorang buruh serabutan.
Dari empat bersaudara, hanya Hamli yang mengenyam Wajib Belajar 12 Tahun.
Selain dirinya, kakak keduanya juga cerdas, selalu juara kelas tetapi sang kakak putus sekolah semasa SMP karena perlu gantian sekolah dengan adiknya.
“Tinggal saya yang dikasih sekolah, satu-satunya yang lulus SMA,” kenangnya.
Dengan bangga Hamli bilang, anak pertamanya yang mirip dengan sang ayah selalu menjadi juara kelas.
Ia berharap anaknya bersekolah dengan baik selagi ia masih bisa membiayai.
Viral di Media Sosial dan Menjadi Meme
Hamli sendiri merasa jadi meme yang beredar mengenai dirinya tak berimbas apa pun pada popularitasnya.
“Biasa-biasa aja karena tidak semua tahu, kecuali keluarga atau teman. Ada yang bilang ‘Ih jadi trending topic situ ye’. Enggak ada juga imbasnya. Tidak diminta-minta diundang di acara televisi swasta,” ungkapnya.
Hamli hanya tertawa melihat spekulasi warganet soal nasibnya setelah melempar pertanyaan yang bisa ditafsirkan menggugat kepemimpinan Soeharto selama tiga dekade.
“Dibilang (netizen) ‘saya sudah mati, sudah dikarungi’. Saya masih di sini, saya masih hidup. Guru-guru dan keluarga saya masih hidup,” pungkasnya.
***
Itulah nasib lelaki yang dikenal lewat pertanyaan legendaris “kenapa presiden cuma satu?”
Jangan lupa, kunjungi artikel.rumah123.com dan temukan artikel menarik lainnya.
Kamu juga bisa mencari properti yang sesuai kebutuhanmu seperti Citra Raya hanya di www.rumah123.com.