Kepemilikan Tanah Wakaf Jika Yayasan yang Mengelolanya Bubar atau Tak Aktif Lagi, Jadi Hak Milik Siapa Ya?
Apa yang harus kamu lakukan pada tanah wakaf yang diserahkan pada yayasan, namun di tengah jalan, yayasan tersebut bubar atau tidak aktif lagi?
Persoalan tanah wakaf ini sering menjadi isu yang menciptakan sengketa di Indonesia dan karenanya amat sangat sensitif.
Sebab, tak hanya berdasarkan syariat Islam saja, tanah wakaf pun juga diatur oleh undang-undang pertanahan dari Negara Indonesia.
Jadi bagaimana menyikapi persoalan tanah wakaf ini? Yuk, simak artikel berikut ini.
Persoalan Hak Milik Kekayaan Yayasan yang Bubar, Termasuk Tanah Wakaf
Wakaf sendiri adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum tanpa mengurangi nilai harta.
Jika kaitannya dengan wakaf tanah, umumnya dalam bentuk lahan yang ditujukan untuk kepentingan publik bagi umat Islam seperti pembangunan masjid, sekolah, pesantren atau pemakaman.
Biasanya bagi kamu yang ingin memberikan tanah wakaf ini akan menyerahkan pengelolaannya ke pihak ketiga, seperti yayasan keislaman.
Lantas, bagaimana jika yayasan tersebut di tengah jalan bubar atau tak aktif lagi?
Dilansir dari Hukum Online (5/10/2021), implikasi dari pembubaran yayasan terhadap kekayaan yayasan, sebab yayasan sendiri merupakan badan hukum.
Dalam hal yayasan membubarkan diri sendiri, maka pembina yayasan menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan yang dimiliki oleh yayasan.
Kemudian menurut Pasal 68 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan menyebutkan:
“Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan Yayasan yang bubar.”
“Kekayaan sisa hasil likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diserahkan kepada badan hukum lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan Yayasan yang bubar, apabila hal tersebut diatur dalam Undang-undang mengenai badan hukum tersebut.”
Sehingga pada dasarnya kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada yayasan lain atau badan hukum lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan yayasan yang bubar.
Namun jika hasil likuidasi tidak diserahkan kepada yayasan lain atau badan hukum lain, maka sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada negara.
Penggunaannya sendiri dilakukan sesuai dengan kegiatan yayasan yang bubar atau tidak aktif lagi tersebut.
Namun demikian, terdapat perlakuan khusus bagi kekayaan yayasan yang berasal dari wakaf.
Tanah wakaf yang sudah diberikan kepada yayasan memang menjadi kekayaan yayasan.
Akan tetapi, kekayaan yayasan yang berasal dari wakaf ini harus diperlakukan secara khusus sesuai dengan ketentuan hukum perwakafan.
Penggantian Nazhir dalam Pengelolaan Tanah Wakaf Yayasan
Adapun yayasan yang menerima dan mengelola harta wakaf disebut dengan Nazhir, yaitu pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai peruntukannya.
Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (“UU Wakaf”), Nazhir meliputi perseorangan, organisasi, atau badan hukum.
Agar Badan Hukum dapat Menjadi Nazhir Haruslah Memenuhi Persyaratan:
1. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan, yang bisa dilihat pada Pasal 10 ayat (1) UU Wakaf;
2. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
3. Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Berdasarkan Pasal 45 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf mengatur bahwa Nazhir dapat diganti jika Nazhir yang bersangkutan:
“Bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum.”
Penggantian nazhir tersebut dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia (“BWI”).
Oleh karena itu, bagi yayasan yang bubar dan berstatus sebagai Nazhir badan hukum dapat dilakukan penggantian.
Penggantian Nazhir yang merupakan kewenangan BWI yang terbagi antara BWI pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.
Jika harta benda wakaf berupa tanah, untuk klasifikasi luasan tanah wakaf di atas 20.000 meter persegi akan menjadi kewenangan BWI pusat.
Sementara jika luasan tanah wakafnya antara 1.000 sampai dengan 20.000 meter persegi, maka ini menjadi kewenangan BWI provinsi.
Sedangkan jika luasan tanah wakafnya kurang dari 1.000 meter persegi, maka menjadi kewenangan BWI kabupaten/kota.
Dengan demikian, terhadap tanah yang sudah diwakafkan kepada yayasan, kemudian yayasan tersebut bubar, statusnya tetap sebagai tanah wakaf.
Adapun pengelolaan tanah tersebut akan digantikan oleh Nazhir yang baru, yang ditunjuk oleh BWI daerah tergantung luas tanah tadi.
Nah, itu pembahasan soal hak milik tanah wakaf jika yayasan bubar di tengah jalan. Jadi kamu yang sudah menyumbangkan lahan ini jangan bingung lagi.
Jangan lupa kunjungi artikel Rumah123.com untuk dapatkan artikel menarik lainnya seputar properti.
Sedang mencari hunian idaman di Bandung? Kamu bisa cek Green Caraka Residence.