Viral Gereja Beratap Terpal, Ternyata Ini Aturan Pendirian Tempat Ibadah di Aceh
Gereja beratap terpal menjadi pembahasan yang cukup menarik dalam beberapa waktu ke belakang ini.
Pasalnya, foto sejumlah tempat ibadah yang disebut gereja beratap terpal hingga rumbia di Aceh Singkil viral di media sosial.
Usut punya usut, di Aceh ada beberapa aturan khusus yang mengatur tentang pendirian rumah ibadah, seperti apa yang harus diperhatikan secara mendalam?
Dilansir dari Detikcom, aturan pendirian rumah ibadah di Aceh diatur dalam Qanun Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah.
Pada lembar menimbang poin F disebutkan :
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 127 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pendirian tempat ibadah di Aceh harus mendapat izin dari Pemerintah Aceh dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota, yang ketentuan lebih lanjut mengenai aturan tersebut diatur dengan Qanun yang memperhatikan perundang-undangan.
Dalam syarat Qanun tersebut, syarat mendirikan rumah ibadah diatur dalam Bab V, aturan tersebut diatur dalam tujuh pasal dengan isi berikut ini :
Bab V Pasal mengenai Tempat Ibadah
Syarat Pendirian Tempat Ibadah
Pasal 13
(1) Pendirian Tempat Ibadah didasarkan pada kebutuhan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah Gampong atau nama lain;
(2) Pendirian Tempat Ibadah dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum serta mematuhi peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal kebutuhan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah Gampong atau nama lain sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi pertimbangan komposisi jumlah penduduk, digunakan batas wilayah Kecamatan dalam Wilayah Aceh.
Pasal 14
(1) Pendirian Tempat Ibadah harus memenuhi persyaratan administratif sebagai teknis persyaratan bangunan gedung.
(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pendirian Tempat Ibadah juga harus memenuhi persyaratan khusus meliputi :
A. Daftar nama paling sedikit 140 (seratus empat puluh) orang penduduk setempat sebagai pengguna Tempat Ibadah yang bertempat tinggal tetap dan dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga yang disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat batas wilayah.
B. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 110 orang yang bukan pengguna Tempat Ibadah disahkan oleh Keuchik atau nama lain;
C. Rekomendasi tertulis dari Keuchik atau nama lain setempat;
D. Rekomendasi tertulis dari Imeum Mukim atau nama lain setempat;
E. Rekomendasi tertulis dari Camat, Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat;
F. Surat keterangan status tanah dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat;
E. Rencana gambar bangunan yang disahkan oleh Instansi Teknis yang berwenang di Kabupaten/Kota setempat.
G. Keputusan tentang susunan pengurus panitia pembangunan Tempat Ibadah yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang;
H. Rekomendasi tertulis Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota; dan
I. Rekomendasi tertulis FKUB Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal pemberian rekomendasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf c, huruf d, huruf e, huruf h, huruf i, huruf j bersifat diri sendiri dan tidak memiliki keterhubungan antara satu dengan yang lain.
(4) Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a hanya berlaku untuk pendirian 1 (satu) tempat ibadah.
(5) dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b terpenuhi sedangkan persyaratan huruf c sampai dengan huruf j belum terpenuhi, Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan Tempat Ibadah.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung Tempat Ibadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 15
Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf j merupakan hasil musyawarah mufakat, dituangkan dalam bentuk tertulis.
Pasal 16
(1) Permohonan izin pendirian Tempat Ibadah diajukan oleh Panitia Pembangunan Tempat Ibadah kepada Bupati/Walikota untuk memperoleh izin pendirian Tempat Ibadah.
(2) Khusus izin pendirian Tempat Ibadah di Ibu kota Aceh diberikan oleh Gubernur berdasarkan rekomendasi Walikota Banda Aceh.
(3) Gubernur dan Bupati/Walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak permohonan pendirian Tempat Ibadah diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Gubernur dan Bupati/Walikota memberikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dalam bentuk:
1. Persetujuan;
2. Penangguhan; atau
3. Penolakan.
Pasal 17
Pemerintah Kabupaten/Kota memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung Tempat Ibadah yang telah memiliki izin pendirian Tempat Ibadah dan Izin Mendirikan Bangunan yang dipindahkan karena perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Pasal 18
Gubernur dan Bupati/Walikota wajib menertibkan dan/atau melarang penggunaan bangunan untuk Tempat Ibadah yang tidak memiliki izin.
Pasal 19
Dalam rangka penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan Syariat Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antar umat beragama, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 18, tidak berlaku untuk pendirian Tempat Ibadah umat Islam.
Demikian beberapa hal yang perlu kamu ketahui tentang aturan pembangunan rumah ibadah di Aceh yang sempat viral karena adanya Gereja bermodalkan terpal.
Ayo cari tahu berbagai tips seputar gaya hidup dan hunian, selengkapnya di Rumah123.
“Ingin mencari hunian idaman? Kamu bisa cek Suvarna Sutera Cluster Dakota selengkapnya.”