Tiga Alasan Investor Menunda Berinvestasi Kembali di Pasar Properti
Pasar properti memang sedang melambat. Investor pun menunda membeli. Gapura Prima Group tetap optimistis dan memasarkan sejumlah proyek pada 2020.
Dalam beberapa tahun belakangan, pasar properti Indonesia mengalami perlambatan. Pertumbuhan memang ada, namun memang tidak terlalu besar.
Investor juga masih menunggu untuk kembali berinvestasi. Sebenarnya, situasi politik semakin kondusif setelah pemilihan presiden usai. Selain itu, Bank Indonesia juga mengeluarkan stimulus berupa sejumlah kebijakan yang bisa mempermudah orang untuk membeli properti.
Baca juga: Tips Investasi: Keuntungan dan Kekurangan Saat Menyewakan Properti
Namun, perbankan memang belum menurunkan suku bunga sehingga efeknya memang belum terlihat. Meski begitu, Gapura Prima Group tetap optimistis dengan pasar properti pada 2020.
Hal ini menjadi perbincangan saat Rumah123.com bertemu dengan President Director Gapura Group Arvin Fibrianto Iskandar di kantornya di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan pada Jumat (11/10/2019).
“Kita lihat di 2019, pertumbuhan properti kita flat, mungkin maksimal 5 persen. Itu pun kita pilah kalau untuk kredit residensial. Harga di bawah Rp800 juta mungkin ada pertumbuhan sedikit, pertumbuhan tidak sampai bawah 5 persen,” ujar Arvin seraya mengutip hasil riset dari Real Estate Indonesia (REI).
Baca juga: Suku Bunga Acuan BI Turun Dua Kali, Saatnya Investasi Properti
Arvin melanjutkan pertumbuhan ini tidak hanya dilihat dari segi kuantitas, tetapi juga harga. Kenaikan harga dari 2018 tidak lebih dari lima persen terutama untuk apartemen.
Investor Memilih untuk Menunda Berinvestasi
Arvin yang juga menjadi Sekretaris DPD (Dewan Pimpinan Daerah) REI DKI Jakarta ini menjelaskan investor pun memilih untuk menunda membeli properti baru. Ada sejumlah alasan yang melatarbelakanginya.
Pertama, investor masih memiliki stok properti. Kedua, investor tidak bisa menjual properti dengan harga lebih baik. Ketiga, perpajakan.
“Investor tidak bisa menjual, mereka pun reluctant untuk beli,” kata Arvin. “Faktor yang paling utama itu perpajakan. PPN BM (Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah) berpengaruh. Untuk pembelian properti mewah, PPN BM memang punya pengaruh.
Baca juga: Tips Investasi: Kehadiran LRT Berefek Pada Kenaikan Harga Properti
Faktor politik juga memiliki peranan penting yang membuat pertumbuhan properti melambat pada semester pertama 2019. Namun, pemilihan presiden telah selesai.
Bank Indonesia telah merilis sejumlah kebijakan yang mempermudah pembelian rumah. Bank sentral telah menurunkan suku bunga acuan sejak Juli hingga September 2019. Suku bunga turun 75 basis point atau bps.
Selain itu, Bank Indonesia juga sudah menaikan rasio LTV (Loan To Value). Kebijakan berlaku mulai awal Desember 2019. Pembeli rumah hanya perlu mengeluarkan 10-15 persen untuk uang muka atau DP (Down Payment) rumah/apartemen. Bahkan, jika properti yang dibeli termasuk hunian berwawasan lingkungan, dia hanya perlu membayar uang muka sebesar lima persen.
Baca juga: Tips Investasi: Dampak Pembangunan Infrastruktur Terhadap Kenaikan Harga Properti
“Bank Indonesia menurunkan suku bunga, tetapi perbankan tidak langsung menurunkan suku bunga. Suku bunga kalau kita lihat di bank pemerintah masih di angka 6 sampai 8 persen, malah ada yang masih di atas 10 persen,” kata Arvin yang menyelesaikan S-2-nya di Amerika Serikat.
“Orang yang beli residensial ini masih memakai KPR, kita harapkan kalau suku bunga lebih stabil, kita harapkan end user ini lebih bergairah untuk beli rumah,” lanjutnya.
Arvin memaparkan kalau pasar properti Indonesia pada 2020 akan bangkit. Dia mengemukan sejumlah alasan yaitu masalah resesi global bisa diredam. Nilai tukar rupiah terhadap USD sudah naik cukup banyak dalam lima tahun terakhir.
Baca juga: Kenaikan Harga Tiket Pesawat Bakal Pengaruhi Investasi Kondotel?
Sebenarnya, pertumbuhan harga properti paling baik justru terjadi di Indonesia selama lima tahun terakhir. Hal ini dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik termasuk Australia.
Dia berharap investor kembali menanamkan dananya untuk berinvestasi properti. Mereka yang sebelumnya memiliki dana di bank, diharapkan akan mengalihkannya untuk berinvestasi properti.
Gapura Prima Group Gencar Pasarkan Sejumlah Proyek
Gapura Prima Group akan merayakan hari ulang tahun ke-33 pada Mei 2020 mendatang. Perusahaan properti ini berdiri pada 1987. Awalnya, perusahaan membangun perumahan di Lampung.
Berawal dari bisnis keluarga, developer berubah menjadi perusahaan terbuka pada 2007. Gapura Prima Group melakukan IPO (initial public offering) dengan melepas saham kepada masyarakat.
Arvin menyatakan perusahaan memang berhati-hati dalam melakukan investasi dan juga dikenal profesinal. Sejak berdiri, korporasi telah membangun dan mengembangkan sejumlah proyek pembangunan di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).
Baca juga: Tips Investasi: 50,9 Persen Penyewa Ingin Hunian Dekat dengan Supermarket
Gapura Prima Group telah membangun rumah, apartemen, kondotel, kawasan komersial, serta mengelola sejumlah hotel di berbagai kota. Jelang akhir 2019 dan awal 2020, perusahaan menyiapkan sejumlah proyek properti.
“Kita siapkan perumahan di Pamoyanan, Bogor. Kita akan pasarkan dengan harga Rp300 jutaan. Kita siapkan juga klaster baru Savana di Bukit Cimanggu City, Bogor,” kata Arvin.
Selain itu, developer sedang menyelesaikan sejumlah apartemen di Jakarta dan Tangerang. Perusahaan pengembang juga menyiapkan apartemen di Bogor, Jawa Barat.
Baca juga: Investor Asing Tetap Lirik Indonesia, Kamu Sudah Berinvestasi Properti Belum?