Pembagian Harta Warisan pada Perkawinan Poligami dalam Islam
Urusan harta warisan sebaiknya dibicarakan dari jauh-jauh hari, bahkan sebelum pemberi waris memasuki usia senja.
Pasalnya, urusan pembagian harta warisan adalah hal yang sangat sensitif.
Jika ada kesalahan sedikit saja, bisa-bisa hubungan keluarga menjadi berantakan.
Sebelumnya, Rumah123 pernah membahas seputar pembagian harta warisan, baik harta warisan berupa rumah maupun berupa harta lainnya.
Kali ini, Rumah123 akan membahas tentang pembagian harta warisan pada perkawinan poligami dalam Islam.
Seperti apa aturannya?
Berikut penjelasan lengkapnya!
Aturan pembagian harta waris pada perkawinan poligami
Aturan mengenai pembagian harta warisan tertuang pada Pasal 176-191 Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Kelompok-kelompok ahli waris menurut KHI
Merujuk dari Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, kelompok ahli waris dibagi menjadi berikut ini:
– Menurut hubungan darah: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, kakek, ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek
– Menurut hubungan perkawinan: janda atau duda
– Apabila semua ahli waris masih ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Besaran yang didapatkan masing-masing ahli waris berbeda-beda
Dilansir dari Hukumonline.com, masing-masing ahli waris akan mendapat bagian yang berbeda, dengan besaran yang telah diatur dalam KHI Pasal 176 sampai Pasal 182, seperti berikut ini:
– Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat 1/2 bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat 2/3 bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka perbandingan bagian anak laki-laki adalah 2:1 dengan anak perempuan.
– Ayah mendapat 1/3 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat 1/6 bagian.
– Ibu mendapat 1/6 bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat 1/3 bagian.
– Ibu mendapat 1/3 bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.
– Duda mendapat 1/2 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat 1/4 bagian.
– Janda mendapat 1/4 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat 1/8 bagian.
– Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat 1/6 bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat 1/3 bagian.
– Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat 1/2 bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat 2/3 bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka perbandingan bagian saudara laki-laki adalah 2:1 dengan saudara perempuan.
Sahnya perkawinan poligami menjadi pertimbangan dalam pembagian harta waris
Dalam perkawinan poligami, pembagian harta waris melihat apakah perkawinan tersebut sah secara hukum perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), perkawinan poligami dianggap sah apabila suami telah mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah tempat tinggal. Nantinya, pihak Pengadilan akan memberikan izin atas permohonan tersebut dengan pertimbangan:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Selain itu, terdapat pula sederet syarat yang harus dipenuhi untuk dapat mengajukan permohonan poligami, antara lain:
– Adanya persetujuan dari istri/istri-istri;
– Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka;
– Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
Apabila ketentuan di atas telah terpenuhi, maka poligami dikatakan sah secara hukum, yang berarti perkawinan dengan istri kedua adalah sah.
Perhitungan pembagian harta warisan pada perkawinan poligami yang sah
Melansir Justika.com, menurut Pasal 94 KHI, harta bersama dari perkawinan suami yang memiliki lebih dari satu istri berdiri sendiri dan dihitung secara terpisah.
Harta yang diperoleh oleh suami selama dalam ikatan perkawinan dengan istri pertama, merupakan harta bersama milik suami dan istri pertama.
Sedangkan harta yang diperoleh suami selama dalam ikatan perkawinan dengan istri kedua dan selama itu pula suami masih terikat perkawinan dengan istri pertama, maka harta tersebut merupakan harta bersama milik suami, istri pertama dan istri kedua.
Apabila sang suami meninggal dunia, maka perhitungannya sebagai berikut:
Untuk istri pertama 1/2 dari harta bersama dengan suami yang diperoleh selama perkawinan, ditambah 1/3 dari harta bersama yang diperoleh suami bersama dengan istri pertama dan istri kedua.
Yang didapat istri kedua adalah 1/3 dari harta bersama yang diperoleh suami bersama dengan istri pertama dan istri kedua.
Harta waris ini harus dikurangi lagi dengan keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat terlebih dahulu.
Barulah sisanya menjadi harta waris yang bisa dibagikan.
Untuk memperjelas penetapan ahli waris dan pembagiannya, sebaiknya membuat surat pernyataan ahli waris terlebih dahulu.
Itu dia penjelasan tentang pembagian harta warisan dalam perkawinan poligami.
Semoga artikel ini membantumu!
Simak artikel lainnya yang tak kalah informatif dan menarik di artikel.rumah123.com!