Milenial AS Lebih Suka Tinggal dengan Orangtua. Di Indonesia, Gimana Ya?
Terungkap, kaum milenial Amerika Serikat lebih memilih tinggal di rumah orangtuanya, ketimbang menyewa, apalagi membeli huniannya sendiri!
Seperti dikutip dari The Guardian, untuk pertama kalinya dalam 130 tahun terakhir, tinggal di rumah orangtua menjadi hal lumrah di Amerika.
Menurut survei Pew Research Center, sekitar 40 persen orang yang berusia 18-34 tahun di Negeri Paman Sam ini merasa sangat nyaman tinggal bersama orangtuanya.
Padahal, mereka memiliki pekerjaan yang memungkinkannya membeli rumah, atau setidaknya mencicil lewat kredit perbankan.
Baca juga: Hanya 17 Persen Kaum Milenial yang Bisa Beli Rumah, Kenapa?
Survei ini juga menunjukkan bahwa 80 persen milenial memang memiliki keinginan untuk bisa memiliki huniannya sendiri kelak.
Analis keuangan Bankrate.com, Greg McBride mengatakan kebanyakan milenial berdalih lebih mudah menyimpan uang untuk membali rumah dengan cara tinggal berrsama orangtuanya.
Sayangnya, 72 persen dari mereka mengaku belum akan mewujudkan keinginannya hingga setidaknya akhir 2018 mendatang.
“Kebanyakan dari mereka ternyata mengaku tak juga memiliki uang cukup untuk membeli rumah,” kata McBride menambahkan.
Tren Milenial Beli Rumah di Indonesia
Fenomena ini terbilang serupa dengan yang terjadi di Indonesia.
Alih-alih menabung, menunda pembelian hunian ternyata membuat mimpi semakin hilang dari pikiran.
Tengok saja kenaikan harga rumah saat ini, melaju sangat cepat.
Kenaikan penghasilan tak juga bisa mengejar harga rumah.
Seperti survei yang dilakukan Rumah123 dan Karir.com.
Survei tersebut memperlihatkan prediksi bahwa jika tak memaksakan diri membeli sekarang, dalam kurun waktu lima tahun ke depan, milenial di Jakarta justru takkan lagi mampu mencicil rumah.
Baca juga: Belum Umur 21 Tapi Sudah Nikah, Boleh Ajukan KPR Subsidi Loh….
Data tahun 2016 menyebutkan bahwa hanya 17 persen milenial di Jakarta yang mampu membeli rumah lantaran memiliki gaji sekitar Rp7,5 juta.
Penghasilan ini memungkinkan mereka membeli rumah seharga Rp300 juta lewat Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Bagaimana jika ditunda?
Kenaikan gaji dalam kurun waktu lima tahun itu hanya berkisar 60 persen, menjadi Rp12 juta.
Andaikan mendapat promosi di rentang waktu itu, kenaikan hanya berkisar pada Rp15 juta.
Harga rumah? Naik setidaknya 150 persen, dari Rp300 juta menjadi Rp750 juta.
Coba hitung kemungkinan nominal cicilannya, mencapai Rp5,6 juta perbulan.
Bandingkan dengan gaji yang sesuai aturan hanya bisa 30 persennya untuk cicilan, yaitu Rp3,6 juta.
Buyarkah cita-cita memiliki “istana’ sendiri?
***Vriana Indriasari/TSS