Masyarakat Jakarta Ternyata Mengadu Nasib Menjadi Migran di Luar Kota
Dikenal sebagai destinasi warga luar kota untuk mencari kerja, siapa sangka banyak pula warga Jakarta yang menjadi migran dan mengadu nasib di kota lain!
Sudah menjadi rahasia umum bahwa selepas Lebaran, penduduk asal luar Jakarta datang ke Ibu Kota.
Umumnya, mereka yang melakukan urbanisasi ini datang untuk mencari kerja.
Namun siapa sangka, faktanya, penduduk Jakarta pun tak sedikit yang berbondong-bondong pergi ke sejumlah provinsi lain di Indonesia.
Migran asal Jakarta kebanyakan memilih untuk menetap di Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah
Migran-tetap asal Jakarta, demikian sebutannya.
Mereka lahir di Jakarta tetapi kini bekerja dan tinggal di daerah lain lebih dari 5 tahun.
Dilansir dari Lokadata.id, paling banyak memilih tiga provinsi di Jawa, yaitu Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah.
Bumi Parahyangan menyerap migran-tetap asal Jakarta paling banyak.
Angkanya mencapai 940 ribu jiwa atau 60 persen dari total migran-tetap asal Jakarta yang jumlahnya mencapai 1,6 juta jiwa.
Peneliti mobilitas penduduk di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ayumi Malamassam memberikan penjelasan.
Mnurutnya, pola-pola spasial migrasi di Indonesia memang umumnya di dalam pulau (Jawa ke Jawa), apalagi dengan pertimbangan personal.
Tidak mengherankan bila migran-tetap asal Jakarta sebarannya terbanyak di Pulau Jawa.
Faktor personal, dalam hal ini kedekatan jarak dengan daerah asal, kesamaan budaya, menjadi pertimbangan utama ketika memutuskan untuk pindah ke tempat tujuan.
Meskipun ada faktor lain seperti lapangan pekerjaan, maupun ekonomi juga turut andil dalam keputusan untuk bermigrasi.
Migran tetap asal Jakarta didominasi generasi milenial
Berdasarkan struktur usia, migran-tetap asal Jakarta didominasi oleh generasi X dan generasi milenial.
Menariknya, terdapat perubahan pola pekerjaan di kedua generasi tersebut. Pada generasi X sektor pertambangan dan penggalian mendominasi dengan persentase 77 persen.
Lain halnya dengan generasi milenial atau Y, yang berkutat di sektor informasi dan komunikasi mencapai 69 persen.
Sedangkan pada generasi Z mulai terlihat dominan di sektor penyediaan akomodasi, makanan dan minuman, sebesar 15 persen.
Perbedaan sektor yang digeluti pada ketiga generasi ini menurut Ayumi dikarenakan perbedaan usia angkatan kerja di antara ketiganya.
Misalnya Generasi X, berada pada usia yang sudah mapan dalam jenjang karier ataupun pekerjaan yang mereka lakukan.
Sementara Generasi Milenial umumnya masih mid level dalam karier.
Sedangkan Generasi Z, mereka baru pertama kali mulai bekerja atau bisa saja mereka belum atau tidak menyelesaikan pendidikan tinggi
Dominasi migran di generasi di sektor tertentu sesuai dengan gaya hidup
Ayumi pun menggarisbawahi, migran muda yang baru memasuki pasar tenaga kerja dan cenderung berada di sektor tertentu, bisa jadi karena lapangan pekerjaan tersebut menyediakan lapangan kerja yang besar dan juga tidak mensyaratkan pendidikan tinggi.
Oleh karena itu, mereka banyak di sektor tersebut.
Dilihat dari aspek psikologis, Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka) Anisia Kumala Masyhadi, menuturkan, dominasi generasi pada sektor tertentu memang sesuai dengan tren dan gaya hidup masing-masing pada ketiga generasi tersebut.
Menurutnya, generasi milenial hadir saat perkembangan teknologi sedang pesat, bagaimana gaya hidup sejak awal pun sudah IT minded.
Sehingga pilihan pekerjaannya pun berhubungan dengan hal-hal yang menjadi tren dan minat mereka saat itu.
Ditambah kian melejitnya dunia startup sehingga dapat meningkatkan peluang karier generasi Y.
Kebanyakan migran milenial asal Jakarta pindah karena melihat adanya peluang peningkatan karier
Dalam laporan yang berjudul How Millennials Navigate Their Careers, Boston College Center for Work & Family menyebutkan, peluang peningkatan karier merupakan faktor utama saat kaum milenial memilih pekerjaan.
Hal tersebut terjadi lantaran, para generasi Y ini berada pada tahap awal karier mereka.
Dalam laporan tersebut pun dijelaskan, generasi milenial sangat mendambakan keseimbangan kehidupan kerja.
Hal ini mencerminkan milenial menghargai kehidupan di luar pekerjaan.
Sedangkan pada Generasi X, saat itu sektor pertambangan dan penggalian cukup prestigious. “Gajinya cukup tinggi,” imbuh Anisia.
Lain halnya dengan Generasi Z yang senang traveling, kuliner, jadi mungkin itu juga mempengaruhi pekerjaan pilihan mereka.
Persentase migran asal Jakarta di luar kota menurut wilayah
Menurut jabatan, migran-tetap asal Jakarta menjadi tenaga usaha jasa dan tenaga penjualan di semua wilayah di Indonesia rata-rata sekitar 30 persen.
Sedangkan pekerja kasar asal Jakarta tertinggi ada di Sumatera dengan persentase 14 persen.
Sementara di Jawa, tenaga tata usaha menjadi pilihan lain selain tenaga jasa dan penjualan.
Jika dilihat lebih dalam menurut wilayah, jabatan manajer paling banyak terdapat di Pulau Celebes di angka 14 persen, serta tenaga profesional terdapat di Maluku dan Papua dengan persentase 17 persen.
Dominasi level top manajemen yang berada di luar Jawa ini pun sejalan dengan kajian yang dilakukan Ayumi beserta rekan-rekannya di LIPI yang beranggotakan Bayu Setiawan, Ade Latifa, dan Inayah Hidayati.
Hasil kajian tersebut mengungkapkan, keputusan mereka bermigrasi merupakan suatu proses yang mengkombinasikan pertimbangan preferensi individu, prospek kesejahteraan ekonomi dan pengembangan karier, serta migration trajectories yang telah mereka alami sebelumnya.
“Memang cenderung ada peningkatan terutama mereka yang berpendidikan tinggi untuk pindah ke daerah yang relatif kurang maju dibandingkan daerah asalnya,” pungkas Ayumi.
Umumnya mereka memperhitungkan prospek karier atau pekerjaan yang lebih baik. Selain itu juga, menurut Ayumi, mereka berpikir ketika pindah ke luar jawa. Memudahkan untuk career development karena less competitive.
Dinamika ekonomi, sosial, maupun budaya dalam migrasi internal dengan tujuan meningkatkan pengembangan kapasitas diri, perlu dukungan bukan hanya dari individu, tapi juga pemerintah.
Implikasinya, bukan hanya untuk pembangunan manusia, tapi juga mengatasi ketimpangan antardaerah.