Celah Asuransi di Pasar Properti, Intip Yuk!

Pengamat properti, Ali Tranghanda, saat berbicara di acara “Mandiri Property Outlook 2016” di Jakarta. Foto: Rumah123/Vriana Indriasari
Pasar properti Indonesia 2016 diprediksi akan mengalami pergerseran perilaku dari para konsumennya. Masyarakat Indonesia yang dikenal lebih menyukai rumah tapak, “terpaksa” mengalihkan pilihannya pada rumah jangkung.
Peralihan perilaku ini berimbas pada terbukanya sektor usaha pendukung pasar properti. Adalah asuransi properti yang mampu memberi rasa nyaman dan aman bagi masyarakat yang akhirnya menyasar apartemen atau rumah susun.
Baca juga: Gini Loh Cara Bijak Pilih Asuransi Rumah
“Ya, ini celah usaha yang seharusnya dipikirkan banyak perusahaan asuransi properti di Indonesia,” kata pengamat properti dari Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda.
Seperti diketahui, asuransi properti saat ini lebih banyak “melindungi” rumah tapak. Sementara untuk rumah jangkung, kebanyakan asuransi hanya “melindungi” isi hunian saja. Semisal terjadi kebakaran, pihak asuransi hanya akan mengganti isi properti, bukan unit apartemennya.
Baca juga: Sebelum Mudik, Lindungi Rumah dengan Asuransi Dong!
Ali menjelaskan, tingginya hunian tapak di kawasan perkotaan juga disebabkan minimnya land bank milik pemerintah. “Pemerintah harus turun tangan untuk masalah ini. Jika pihak swasta yang jadi pengembang, maka harga akan tetap tinggi.”
Pihak bank, lanjut Ali, juga harus bisa memberi penjelasan kepada konsumen terkait pentingnya asuransi. Masalahnya, ia menambahkan, beban biaya juga harus menjadi perhatian.
Baca juga: Pasar Properti Kelas Menengah Masih Kuat
Menurut Ali, biaya tambahan untuk asuransi properti pastinya akan dibebankan kepada konsumen. Otomatis, hal ini akan memengaruhi harga properti juga. “Jelas akan membuat harga terlihat tinggi.”
Jadi, Ali menegaskan, peran pemerintah tetap sangat signifikan untuk mendapatkan solusi pemenuhan kebutuhan masyarakat akan hunian, terlebih rumah tapak. Sementara ini, Jakarta sebagai tempat mencari mata pencaharian, pemerintahnya baru bisa membantu dari sisi penyediaan hunian tinggi.
Baca juga: Hai Pengembang, Dekati Pasar Properti dengan Konsep dan Inovasi Baru Yuk! (1)
Rumah tapak dengan harga terjangkau, menurut Ali, kebanyakan berada di pinggiran Jakarta. Sayangnya, hal itu tidak menunjang aktivitas konsumen yang menjadi pasar potensial properti Indonesia, yakni usia 25-45 tahun.
Umumnya, kisaran usia tersebut masih sangat produktif. Mereka biasanya memiliki pekerjaan yang berlokasi di Jakarta, memiliki rumah di pinggir Jakarta, sedikit banyak tentu akan menghambat aktivitas mereka.