OK
Panduan

Cara Mengajukan Pembatalan Perkawinan Setelah Menikah dan Penjelasan Hukumnya

19 Juli 2022 · 3 min read Author: Kartika Ratnasari

pembatalan perkawinan

Apabila terjadi penipuan dalam pernikahan, ternyata suami atau istri bisa mengajukan pembatalan perkawinan. Seperti ini syarat dan caranya.

Dalam sebuah pernikahan, perceraian mungkin hal yang sudah diketahui dan dipahami oleh banyak orang.

Tapi tahukah kamu bahwa ada yang namanya pembatalan perkawinan?

Ada beberapa kasus pembatalan kawin yang populer di Indonesia.

Salah satunya adalah kasus artis Jessica Iskandar.

Jessica Iskandar mengklaim bahwa ia telah menikah dengan pria berkebangsaan Jerman bernama Ludwig pada Desember 2013.

Namun di pertengahan 2014, Ludwig muncul dan menggugat pembatalan pernikahan.

Ada pula beberapa kisah pembatalan perkawinan yang disebabkan oleh penipuan status pekerjaan dan status kawin sebelumnya.

Alih-alih bercerai, mengapa pembatalan kawin bisa terjadi?

Faktor apa saja yang membuat seseorang bisa mengajukan pembatalan kawin?

Bagaimana caranya dan seperti apa hukumnya di mata negara dan agama?

Di artikel kali ini, kita akan membahas seputar pembatalan perkawinan secara mendalam.

Berikut penjelasannya.

Di mata hukum dan agama, pembatalan perkawinan memang bisa dilakukan

Dilansir dari Hukumonline.com, pembatalan pernikahan adalah mekanisme yang dijamin hukum.

Pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebut tegas bahwa ‘perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan’.

Syarat perkawinan itu sendiri diatur dalam Pasal 6 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yakni ada persetujuan dari kedua belah pihak, izin orang tua atau izin walu untuk anak di bawah 21 tahun.

Khusus bagi penganut agama Islam, berlaku ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Pasal 72 ayat (2) KHI menentukan bahwa seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri.

Penipuan dan salah sangka tersebut bisa berupa:

– Suami melakukan poligami tanpa izin dari Pengadilan Agama

– Suami atau istri memalsukan identitas, misalnya mengaku perjaka atau perawan padahal sudah pernah menikah sebelumnya

– Perempuan yang dinikahkan ternyata masih menjadi istri sah dari pria lain

– Perempuan yang dinikahkan ternyata masih dalam masa iddah dari suami lain

– Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974

– Perkawinan dilaksanakan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak

Apabila pernikahan tak bisa dipertahankan, perceraian kerap menjadi jalan keluar. Berikut contoh surat gugatan cerai yang bisa dicontoh

Batas waktu pernikahan untuk bisa mengajukan permohonan pembatalan perkawinan

Peraturan perundang-undangan yang ada tidak mengatur mengenai dalam lama jangka waktu berapa lama salah sangka terhadap suami atau istri harus diketahui.

Tapi UUP dan KHI mengatur jangka waktu permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan setelah salah sangka itu diketahui, yakni, dalam jangka waktu 6 bulan setelah diketahui adanya salah sangka terhadap suami atau istri.

Namun, jika dalam jangka waktu 6 bulan setelah salah sangka itu diketahui suami istri masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan menjadi gugur (Pasal 27 ayat [3] UUP jo Pasal 72 ayat [3] KHI).

Pertahankan rasa cinta terhadap pasangan dengan doa pernikahan Islam berikut

Cara mengajukan pembatalan perkawinan

Menurut Pasal 25 UUP, gugatan pembatalan perkawinan dapat diajukan kepada pengadilan sesuai daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan, tempat tinggal bersama suami dan istri, atau tempat tinggal suami atau istri.

Atau, bagi penganut agama Islam diajukan kepada pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal suami atau istri atau tempat perkawinan dilangsungkan (Pasal 74 ayat [1] KHI).

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) jo. Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agamajo. Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UUNo. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Bagaimanapun, pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan suci.

Tak ada yang mau perkawinannya bubar apabila pernikahan tersebut didasari oleh niat baik.

Bagi yang harus mengalami kasus seperti ini, semoga kamu dikuatkan dan masalah segera selesai.

Informasi lainnya seputar pernikahan dan keluarga bisa kamu dapatkan di artikel.rumah123.com.


Tag: , ,


Kartika Ratnasari

Content Editor

Kartika Ratnasari adalah seorang Content Editor untuk Berita 99 dan Artikel Rumah123. Ia telah berkecimpung di dunia penulisan sejak tahun 2016. Lulusan Komunikasi UI ini sering menulis di bidang properti, keuangan, dan lifestyle.
Selengkapnya

IKLAN

Tutup iklan
×

SCROLL UNTUK TERUS MEMBACA