OK
Dijual
Disewa
Properti Baru
Panduan

Bukan Siklus 5 Tahunan, Mengapa Terjadi Banjir Besar di Jabodetabek?

19 Juli 2022 · 3 min read Author: Kartika Ratnasari

Banjir Jakarta tahun 2020 merupakan salah satu yang terbesar - Rumah123.com

Banjir Jakarta tahun 2020 merupakan salah satu yang terbesar – Rumah123.com

Bencana banjir melanda sejumlah wilayah Jabodetabek. Dilansir dari Bbc.com, menurut data pada Kamis, 2 Januari 2020, banjir dan longsor yang terjadi pada tahun baru menyebabkan setidaknya 26 orang meninggal dunia dan lebih dari 62.000 orang mengungsi. Banyak orang yang tak menyangka akan terkena banjir. Pasalnya, tak ada imbauan sebelumnya. Sejumlah wilayah yang sebelumnya tak pernah banjir pun tiba-tiba ikut mengalaminya. Ditambah, banjir tahun ini bukanlah banjir 5 tahunan seperti yang biasanya terjadi 5 tahun sekali. Kira-kira, apa penyebab banjir Jabodetabek di tahun 2020 ini?

Tak ada siklus banjir 5 tahunan

Siklus banjir 5 tahunan di Jabodetabek merupakan hal yang tak asing lagi. Biasanya, selama 5 tahun sekali, selalu terjadi banjir dengan intensitas yang lebih besar dibandingkan tahun-tahun lainnya. Misalnya seperti tahun 2007, 2013, dan 2018. Di tahun-tahun itu, Bendung Katulampa sempat mengalami siaga I. Padahal, tak ada siklus banjir lima tahunan di Jabodetabek seperti yang kerap diperbincangkan sejumlah pihak, dan setiap tahun ada potensi banjir. Intensitas hujan yang berbeda-beda lah menyebabkan potensi banjir yang berbeda-beda setiap tahunnya.

Baca juga: Waspada Leptospirosis, Penyakit Kencing Tikus yang Terjadi Saat Banjir

Curah hujan terekstrem sejam 1996

Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) curah hujan membuat banjir wilayah Jakarta dan sekitarnya menjadi yang terekstrem dibandingkan sejak 1996 silam. Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan, hujan tahun baru kali ini sangat ekstrem dibanding hujan yang menyebabkan banjir dalam 24 tahun terakhir. Data curah hujan ekstrem yang membuat banjir besar di Jakarta dan sekitarnya pada 1996 adalah 216 mm/hari, 2002: 168 mm/hari, 2007: 340mm/hari, 2008: 250mm/hari. Kemudian 2013: 100mm/hari, 2015: 277mm/hari, 2016: 100 – 150 mm/hari. Sedangkan curah hujan di tahun 2020 memecahkan rekor tersebut, yaitu TNI AU Halim, 377 mm/hari; Taman Mini, 335 mm/hari; Jatiasih: 259 mm/hari.

Normalisasi sungai terhenti sejak 2017

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan bahwa salah satu penyebab terjadinya banjir besar di Jakarta dan sekitarnya adalah karena belum optimalnya pembangunan prasarana pengendalian banjir. Sejak 2017, belum dapat dilakukan normalisasi pada keempat sungai karena terkendala pembebasan lahan. Daerah terdampak banjir terparah di DKI Jakarta tersebut berada pada empat Daerah Aliran Sungai (DAS), antara lain Sungai Krukut, Sungai Ciliwung, Sungai Cakung, dan Sungai Sunter.

Baca juga: Awas Salah Langkah! Lakukan 5 Hal Ini Jika Mobil Kamu Terendam Banjir

Kurangnya lahan basah

Hilangnya lahan basah juga menjadi salah satu penyebab utama terjadinya banjir. Lahan basah tersebut yaitu Ruang Terbuka Hijau (RTH), persawahan, rawa, hingga hutan bakau. Kebanyakan lahan basah tersebut telah berubah menjadi pemukiman warga dan daerah perindustrian. Pembangunan gedung dan hotel-hotel juga menyebabkan air tanah digunakan secara berlebihan sehingga potensi banjir semakin besar. 


Tag: ,


Kartika Ratnasari

Content Editor

Kartika Ratnasari adalah seorang Content Editor untuk Berita 99 dan Artikel Rumah123. Ia telah berkecimpung di dunia penulisan sejak tahun 2016. Lulusan Komunikasi UI ini sering menulis di bidang properti, keuangan, dan lifestyle.
Selengkapnya