Sidang sengketa hasil pemilihan presiden (pilpres) akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (27/6/2019).
Pembacaan putusan sengketa digelar usai MK menyelesaikan pemeriksaan perkara melalui lima kali sidang dengan agenda pembacaan dalil pemohon, pembacaan dalil termohon dan pihak terkait, pemeriksaan saksi pemohon dan termohon, serta pihak terkait dan pemberi keterangan.
Dalam persidangan yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi, yang berada di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat ini ada satu keunikan tersendiri.
Pasalnya, gedung yang digunakan dalam persidangan sengketa pilpres ini tidak mengekspresikan sebagai gedung pengadil pada umumnya.
Seperti halnya fasad dengan berarsitektur klasik memadukan pilar di depannya. Begitu juga dengan peletakan pilar yang ganjil jumlahnya, berjumlah sembilan ini sungguh tidak lazim, karena adanya posisi pintu di tengah yang akan menabrak tiang.
Peletakan sembilan pilar memang memiliki arti tersendiri yaitu mengadopsi dari total sembilan hakim dalam sidang di Mahkamah Konstitusi.
Hamdan Zoelva yang menjadi Ketua MK periode 2013-2015, pernah mengatakan seorang hakim konstitusi itu seperti dewa. "Jadi, bayangkan sembilan tiang di depan Gedung MK, itu representasi hakim yang menopang gedung mahkamah."
Arsitek Setiadi Sopandi menjelaskan kepada Rumah123.com melalui pesan singkat, “Gedung-gedung pengadilan di Indonesia memang entah kenapa merepresentasikan diri dengan gedung berpilar atau bearsitektur klasik. Padahal gedung tersebut tidak identik dengan pengadilan,"
Selain itu, kecenderungan memandang bahwa gedung pengadilan itu harus berarsitektur klasik atau minimal berpilar di depannya. Anggapan ini setara dengan pernyataan bahwa masjid harus berkubah. Hal ini tentu tidak benar, tidak ada keharusan seperti itu, kata Setiadi menambahkan.
Foto-Foto dan Teks: Rumah123/Jhony Hutapea